Indahnya Pahala Menahan Marah..
"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskan pelampiasannya, maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya."
Tingkat keteguhan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang berbeza-beza. Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang. Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan begitu berat. Semuanya bergantung pada kekuatan (keimananan) seseorang.
Pada dasarnya, tabiat manusia itu: keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih dan kotor, berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya waktu berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menyusup masuk ke lorong-lorong hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang,dan lapang dada.
Adakalanya, kita merasa begitu marah dengan seseorang yang menghina diri kita. Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari kesedaran. Kita merasa tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah.
Na'udzubillah...
Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi saw. Dengan maksud ingin meminta sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para sahabat merasa tersinggung, lalu mengerumuninya dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar.
Kemudian, Nabi saw. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa Barang tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik padamu?" Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan kerabat."
Keesokan harinya, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabat, "kalau pada waktu Badwi itu berkata kasar, kemudian engkau tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, maka ia selamat." Beberapa hari setelah itu, si Badwi diperintah untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.
Rasulullah saw memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Dia tidak panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang demikianlah karakternya. Kalau pun waktu itu, dilakukan hukuman terhadap si Badwi, tentu hal itu bukan kezhaliman. Namun, Rasulullah saw. tidak berbuat demikian. Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan sikap yang ramah dan Lemah lembut. Pada waktu itulah, beliau saw. ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa pun. Harta, waktu itu, ibarat sampah yang bertumpuk yang dipakai untuk asap lembu dari nyamuk. Adakalanya, Rasulullah saw. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi melainkan karena kehormatan agama Allah.
Rasulullah saw. bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa),dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)."
Pada dasarnya, tabiat manusia itu: keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih dan kotor, berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya waktu berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menyusup masuk ke lorong-lorong hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang,dan lapang dada.
Adakalanya, kita merasa begitu marah dengan seseorang yang menghina diri kita. Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari kesedaran. Kita merasa tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah.
Na'udzubillah...
Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi saw. Dengan maksud ingin meminta sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para sahabat merasa tersinggung, lalu mengerumuninya dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar.
Kemudian, Nabi saw. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa Barang tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik padamu?" Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan kerabat."
Keesokan harinya, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabat, "kalau pada waktu Badwi itu berkata kasar, kemudian engkau tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, maka ia selamat." Beberapa hari setelah itu, si Badwi diperintah untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.
Rasulullah saw memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Dia tidak panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang demikianlah karakternya. Kalau pun waktu itu, dilakukan hukuman terhadap si Badwi, tentu hal itu bukan kezhaliman. Namun, Rasulullah saw. tidak berbuat demikian. Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan sikap yang ramah dan Lemah lembut. Pada waktu itulah, beliau saw. ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa pun. Harta, waktu itu, ibarat sampah yang bertumpuk yang dipakai untuk asap lembu dari nyamuk. Adakalanya, Rasulullah saw. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi melainkan karena kehormatan agama Allah.
Rasulullah saw. bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa),dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)."
(HR.Bukhari)
Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor."
Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor."
(HR. Turmudzi)
Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya, dan mampu menahan diri ketika mendapat ejekan, maka orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya dan masyarakatnya.Seorang Hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang pemarah, tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. kerana ia akan senantiasa menimbulkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu juga pasangan suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu melayarkan bahtera hidupnya. Kerana, masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangannya.
Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesedarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya,melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati.Seperti, ujub dan takabur, riya, sum'ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya. Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah swt.
Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah saw. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya Beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan engkau."
(HR. Thabrani)
Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk)."
Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya, dan mampu menahan diri ketika mendapat ejekan, maka orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya dan masyarakatnya.Seorang Hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang pemarah, tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. kerana ia akan senantiasa menimbulkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu juga pasangan suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu melayarkan bahtera hidupnya. Kerana, masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangannya.
Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesedarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya,melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati.Seperti, ujub dan takabur, riya, sum'ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya. Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah swt.
Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah saw. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya Beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan engkau."
(HR. Thabrani)
Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk)."
Perkongsian daripada:
Comments
Post a Comment